BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Eliminasi merupakan pembuangan sisa proses di dalam tubuh.
Eliminasi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia (KDM) yang dibutuhkan
untuk mempertahankan keseimbangan dalam tubuh (homeostasis). Kebutuhan
eliminasi dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya, usia, diet, latihan fisik
dan lain-lain.
Sistem yang berperan dalam eliminasi atau proses pembuangan
meliputi hampir semua sitem tubuh. Jika terjadi gangguan terhadap eliminasi,
maka sistem tubuh yang berperan juga terganggu. Untuk itu, diperlukan
pengetahuan tentang kebutuhan proses eliminasi sampah metabolisme
B.
Rumusan Masalah
- Bagaimana
proses eliminasi sisa metabolisme?
- Faktor
apa saja yang memengaruhi eliminasi sisa metabolisme?
- Apa
saja gangguan-gangguan pada proses eliminasi sisa metabolisme?
C.
Tujuan
- Untuk
mengetahui proses eliminasi sisa metabolisme
- Untuk
mengetahui faktor yang memengaruhi eliminasi sisa metabolisme
- Untuk
mengetahui gangguan-gangguan pada proses eliminasi sisa metabolisme
BAB II
PEMBAHASAN
A. Eliminasi Sisa Metabolisme
Eliminasi sisa metabolisme merupakan pembuangan sampah dari
proses metabolisme tubuh. Beberapa jenis sampah metabolisme yang dibuang oleh
tubuh antara lain, air, CO2, urea, dan lain-lain. Sistem tubuh yang
berperan dalam proses pembuangan tersebut yaitu, sistem pernapasan, integumen,
hepar, endokrin, dan renal. Apabila sistem yang terlibat dalam eliminasi
terganggu, maka terjadi perubahan pola eliminasi.
1.
Sistem
Pernapasan
Sistem pernapasan atau respirasi adalah suatu peristiwa
inspirasi (menghirup udara O2) dan ekspirasi (menghembuskan CO2).
Menurut Syaifuddin (2011:382), sistem respirasi berperan
untuk menukar udara ke permukaan dalam paru.
Sementara itu menurut Guyton & Hall (2007:37), tujuan
dari pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan membuang
karbondioksida. Untuk mencapai tujuan ini, pernapasan dibagi menjadi empat
fungsi utama :
(1)
ventilasi paru,
(2)
difusi oksigen dan karbondioksida,
(3)
pengangkutan oksigen dan karbondioksida, dan
(4)
pengaturan ventilasi.
Sistem pernapasan berperan dalam pembuangan karbondioksida
dan air. Pembuangan ini juga dipengaruhi oleh fungsi kardiovaskuler.
Misalnya,pada seseorang yang mempunyai gangguan pompa jantung kiri di mana
kemampuan jantung untuk menerima pengembalian darah yang berasal dari paru-paru
mengalami hambatan. Hal tersebut menyebabkan tekanan hidrostatik paru-paru akan
naik dan cairan keluar ke intersitial jaringan paru-paru. Akibatnya terjadilah
edema paru-paru. Kondisi ini akan mengganggu proses difusi dan compliance
paru-paru, sehingga terjadilah gangguan eliminasi CO2 (Asmadi,
2008:91). Selain sebagai alat pernafasan, paru-paru juga
sebagai alat ekskresi yaitu mengeluarkan karbondioksida dan uap
air.
Paru-paru terletak dalam rongga dada dan bagian bawahnya menempel pada diafragma.
Paru-paru terletak dalam rongga dada dan bagian bawahnya menempel pada diafragma.
2.
Sistem
Integumen (Kelenjar Keringat)
Kulit
adalah lapisan jaringan yang terdapat di permukaan tubuh. Pada permukaan kulit
terdapat kelenjar keringat yang mengekskresi zat-zat sisa. Zat-zat sisa yang
dikeluarkan melalui pori-pori kulit berupa keringat yang tersusun dari air dan
garam-garam mineral terutama garam dapur (NaCl) yang merupakan hasil
metabolisme protein.
Sistem integumen mencakup kulit pembungkus permukaan tubuh
dan jaringan aksesoris lainnya, termasuk kuku, rambut,dan kelenjar. Syaifuddin
(2011:48) mengatakan bahwa kulit berhubungan dengan selaput lendir
yang melapisi rongga lubang masuk. Pada permukaan kulit bermuara kelenjar
keringat dan kelenjar mukosa.
Kelenjar keringat merupakan kelenjar tubular bergelung tidak
bercabang, terdapat pada seluruh kulit kecuali pada dasar kuku, batas bibir,
gland penis, dan gendang telinga. Kelenjar ini paling banyak terdapat pada
telapak tangan dan telapak kaki. Terdapat dua macam kelenjar keringat,yaitu :
a.
Kelenjar
keringat ekrin yang tersebar di seluruh kulit tubuh kecuali kulup penis, bagian
dalam telinga luar, telapak tangan, telapak kaki, dan dahi;
b.
kelenjar
keringat apokrin merupakan kelenjar keringat yang besar hanya dapat ditemukan
pada ketiak, kulit puting susu, kulit sekitar alat kelamin, dan dubur.
(Syaifuddin,
2011:57).
Sedangkan, dalam kamus saku kedokteran Dorland
(2012:476), sweat gland (Kelenjar keringat) merupakan kelenjar
yang menyekresikan keringat, dijumpai pada lapisan dermis atau subkutan,
salurannya bermuara dipermukaan tubuh.
Keringat yang dihasilkan ini berasal dari isi pembuluh darah
yang berada di sekitar kelenjar keringat tersebut. Keringat ini mengandung air,
garam, urea, asam urat, dan sisa metabolisme lainnya. Pengeluaran keringat ini
dipengaruhi oleh temperatur. Di mana peningkatan temperatur akan menyebabkan
peningkatan kecepatan metabolisme sel dan kemudian akan meningkatkan
pembentukan keringat. Selain itu, pengeluaran keringat juga dipengaruhi oleh
hipotalamus melalui sistem saraf otonom yang mengaktifkan saraf
simpatis, sehingga kelenjar keringat pun menjadi lebih aktif
(Asmadi, 2008 : 91).
Selain sebagai alat pengeluaran,
fungsi kulit sebagai berikut :
a. Pengatur suhu tubuh.
b. Pelindung tubuh dari gangguan fisik berupa tekanan, gangguan biologis berupa jamur dan gangguan yang bersifat kimiawi.
c. Tempat penyimpanan kelebihan lemak.
d. Tempat pembentukan vitamin D dari provitamin D dengan bantuan sinar matahari.
e. Tempat indera peraba dan perasa.
a. Pengatur suhu tubuh.
b. Pelindung tubuh dari gangguan fisik berupa tekanan, gangguan biologis berupa jamur dan gangguan yang bersifat kimiawi.
c. Tempat penyimpanan kelebihan lemak.
d. Tempat pembentukan vitamin D dari provitamin D dengan bantuan sinar matahari.
e. Tempat indera peraba dan perasa.
3.
Sistem
Hepar
Hati (hepar) merupakan kelenjar aksesori terbesar dalam
tubuh, berwarna cokelat, dan beratnya 1000-1800 gram. Hati terletak di dalam
rongga perut sebelah kanan atas di bawah diafragma (Syaifuddin, 2011:546).
Fungsinya antara lain sebagai:
a. tempat penyimpanan dan filtrasi
darah,
b. sekresi empedu,
c. konvensi gula menjadi glikogen
d.
menyimpan gula dalam bentuk glikogen.
e.
menawarkan racun.
f.
mengubah provitamin A menjadi vitamin A.
g.
mengatur kadar gula dalam darah.
h.
membuat fibrinogen serta protombin.
i.
tempat pembentukan urea
j.
menghasilkan cairan empedu
k. banyak aktivitas metabolik lainnya
(Kamus Saku Kedokteran Dorland, 2012:632).
Jati (2007:128) mengatakan bahwa hati berfungsi sebagai
penhgstur keseimbangan nutrien dalam darah dan sebagai organ yang menyekresikan
empedu. Hepar juga berperan dalam pembuangan sampah metabolisme. Kelainan pada
hepar akan mengakibatkan hepar tidak mempu untuk membuang sisa nitrogen. Asam
amino, yang akan digunakan sebagai energi, harus mengalami proses deaminasi
dengan dibuangnya gugus amin (NH3) yang merupakan nitrogen. NH3
ini tidak bisa begitu saja dibuang oleh tubuh, tetapi harus di proses dulu di
hepar menjadi ureum, urea. Sampah inilah yang akhirnya dibuang melalui keringat
dan ginjal (urine) (Asmadi, 2008 : 91).
Hati berperan
sebagai alat ekskresi sekaligus alat sekresi, karena hati menghasilkan cairan
empedu yang berguna dalam proses pencernaan lemak.
4.
Sistem
Endokrin
Sistem endokrin adalah suatu sistem yang bekerja dengan
perantaraan zat-zat kimia (hormon) yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin.
Kelenjar endokrin merupakan kelenjar buntu (sekresi interna) yang
mengirim hasil sekresinya langsung masuk ke dalam darah dan cairan limfe,
beredar dalam jaringan kelenjar tanpa melewati duktus (saluran). Hasil sekresi
kelenjar tersebut dinamakan hormon endokrin.
Hormon endokrin di bawa oleh sistem
sirkulasi ke seldi seluruh tubuh, yang meliputi sistem saraf pada beberapa
keadaaan tempat hormon tersebut berikatan dengan reseptor dan memulai berbagai
reaksi (Guyton&Hall, 2007:951).
Sistem endokrin juga berperan dalam eliminasi sampah
metabolisme melalui pengaturan jumlah air dan natrium yang diabsorbsi kembali
oleh ginjal yang berkaitan dengan jumlah cairan tubuh. Selain itu, sistem
endokrin juga berperan dalam pengaturan final urine. Pengaturan final urine ini
diatur oleh tiga jenis hormon yaitu antidiuretik hormon (ADH), renin, dan
aldosteron.
5.
Sistem
Renal
Ginjal (ren) merupakan sepasang organ berbentuk seperti
kacang buncis, berwarna cokelat kemerahan, yang terdapat di kedua sisi kolumna
vetebral posterior terhadap peritoneum dan terletak pada otot punggung bagian
dalam (Potter&Perry, 2005:1679). Ginjal kanan sedikit lebih rendah
dibandingkan dengan ginjal kiri karena hati menduduki ruang di bagian kanan
lebih luas (Asmadi, 2008:91). Setiap ginjal mempunyai panjang 11,25 cm, lebar
5-7 cm, dan tebal 2,5 cm. Sementara itu, berat ginjal pria dewasa 150-170 gram
dan wanita 115-155 gram (Syaifuddin, 2009:286).
Ginjal berfungsi untuk menyaring darah dan menghasilkan urine.
Ginjal berfungsi untuk menyaring darah dan menghasilkan urine.
Sistem
renal merupakan nama lain sistem perkemihan. Menurut Syaifuddin (2009:285),
sistem perkemihan adalah suatu sistem yang di dalamnya terhadi penyaringan
darah sehingga darah bebas dari zat yang tidak digunakan oleh tubuh. Zat ini
akan larut dalam air dan dikeluarkan berupa urine.
a. Bagian-bagian Ginjal
Bentuk ginjal yang sudah diiris membujur dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
b. Proses pembentukan Urine
Urine terbentuk melalui serangkaian
proses yaitu dimulai dari:
a) penyaringan
(filtrasi),
b) penyerapan
kembali (reabsorpsi),
c) pengeluaran
zat (augmentasi).
c.
Menurut Asmadi (2008:93), ciri-ciri urine normal baik secara sifat maupun
fisik, antara lain:
a)
Kejernihan
Urine normal jernih/bening dan bila
lama dibiarkan akan menjadi keruh.
b)
Warna
Warna urine dipengaruhi oleh diet,
obat-obatan, kepekatan, dan lain-lain. Secara normal urine berwarna kuning.
c) Bau
Bau khas urine bila dibiarkan
terlalu lama akan berbau seperti amonia.
d) Berat
Jenis
Berat jenis urine bergantung pada
jumlah zat yang terlarut dalam urine.
B. 3 Faktor
yang Memengaruhi Eliminasi
Ada
beberapa faktor yang memengaruhi eliminasi metabolisme
1)
Usia
Usia berpengaruh pada kontrol eliminasi individu. Anak-anak
masih belum mampu mengontrol buang air besar dan buang air kecil karena system neuromuskulernya
belum berkembang dengan baik. Pada lansia proses eliminasi juga berubah karena
terjadi penurunan tonus otot.
2)
Diet
Makanan merupakan faktor utama yang berpengaruh pada
eliminasi fekal dan urine. Makan yang teratur sangat berpengaruh pada
keteraturan defekasi. Selain itu, terjadinya malnutrisi menyebabkan menurunnya
daya tahan tubuh terhadap infeksi yang menyerang organ perkemihan.
3)
Cairan
Intake cairan berpengaruh pada eliminasi fekal dan
urine. Apabila intake cairan kurang dan output cairan berlebihan, Sementara
itu, pada eliminasi urine, urine menjadi berkurang dan lebih pekat.
4)
Latihan Fisik
Latihan fisik membantu seseorang untuk mempertahankan tonus
otot. Hal ini sangat penting bagi miksi (pembuangan urine). Latihan fisik juga
merangsang terhadap timbulnya paristaltik.
5)
Temperatur
Jika temperatur tubuh tinggi, maka terjadi penguapan cairan
tubuh. Hal itu menyebabkan kekurangan cairan, sehingga terjadi konstipasi
dan pengeluaran urine yang sedikit.
C. Gangguan eliminasi urine
Gangguan
eliminasi urin adalah keadaan di mana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami
disfungsi eliminasi urin. Biasanya orang yang mengalami gangguan eliminasi urin
akan di lakukan katerisasi urine , yaitu tindakan memasukan selang kateter
kedalam kandung kemih melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urine.
Masalah-masalah
dalam eliminasi urin :
a. Retensi , yaitu
adanya penumpukan urine di dalam kandung kemih dan ketidak sanggupan kandung
kemih untuk mengosongkan diri.
b. Kontinensi
urine, yaitu ketidak sanggupan sementara atau permanen otot sfingter exsterna
untuk mengontrol keluarnya urine dari kandung kemih.
c. Enuresis ,
sering terjadi pada anank-anak , umumnya terjadi pada malam hari (nocturnal
enuresis ), dapat terjadi satu kali atau lebihn dalam semalam.
d. Urgency ,
adalah perasaan seseorang untuk berkemih.
e. Dysuria ,
adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih .
Tabel
2. Gejala Umum pada Perubahan Perkemihan
Gejala
|
Deskripsi
|
Penyebab atau Faktor Terkait
|
Urgensi
|
Merasakan kebutuhan untuk segera berkemih
|
Penuhnya kandung kemih, iritasi atau radang kandung kemih
akibat infeksi, sphincter uretra tidak kompeten, stres psikologis.
|
Disuria
|
Merasa nyeri atau sulit berkemih
|
Peradangan kandung kemih, trauma atau inflamasi sphincter
uretra
|
Frekuensi meningkat
|
Berkemih dengan sering
|
Peningkatan asupan cairan, radang pada kandung kemih,
peningkatan tekanan pada kandung kemih (kehamilan, stres psikologis)
|
Keraguan berkemih
|
Sulit memulai berkemih
|
Pembesaran prostat, ansietas, edema uretra
|
Poliuria
|
Mengeluarkan sejumlah besar urine
|
Asupan cairan berlebihan, diabetes melitus atau insipidus,
penggunaan diuretik, diuresis pascaobstruktif
|
Oliguria
|
Pengeluaran urine menurun dibandingkan cairan yang masuk
(biasanya kurang dari 400 ml dalam 24 jam)
|
Dehidrasi, gagal ginjal, ISK, peningkatan sekresi ADH,
gagal jantung kongestif
|
Nokturia
|
Berkemih berlebihan atau sering pada malam hari
|
Asupan cairan berlebihan sebelum tidur (terutama kopi atau
alkohol), penyakit ginjal, proses penuaan
|
Dribling (urine yang menetes)
|
Kebocoran/rembesan urine walaupun ada kontrol terhadap
pengeluaran urine
|
Stres inkontinensia, overflow akibat retensi urine
|
Hematuria
|
Terdapat dalah dalam urine
|
Neoplasma pada ginjal atau kandung kemih, penyakit
glomerulus, infeksi pada ginjal atau kandung kemih, trauma pada struktur
perkemihan, diskrasia darah
|
Retensi Urine
|
Akumulasi urine di dalam kandung kemih disertai
ketidakmampuan kandung kemih untuk benar mengosongkan diri
|
Obstruksi uretra, inflamasi pada kandung kemih, penurunan
aktivitas sensorik, kandung kemih neurogenik, pembesaran prostat, setelah
tindakan anestesi, efek samping obat-obatan
|
Residu Urine
|
Volume urine tersisa setelah berkemih (volume 100 ml atau
lebih)
|
Inflamasi atau iritasi mukosa kandung kemih akibat
infeksi, kandung kemih neurogenik, pembesaran prostat, trauma atau inflamasi
uretra
|
1) Aspek biologis
a) Usia
b)
Aktivitas fisik
c)
Riwayat kesehatan dan diet
d)
Penggunaan obat-obatan
e)
Pemeriksaan fisik : Eliminasi urine dan eliminasi fekal
f)
Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan urine (warna, kejernihan, bau dan pH)
dan pemeriksaan feses.
2)
Aspek Psikologis
Stres
emosional dapat menimbulkan gangguan pada eliminasi. Stres dapat menyebabkan seseorang
terdorong untuk terus berkemih, sehingga frekuensi berkemih meningkat. Selain
itu, kecemasan yang dialami seseorang dapat membuat individu tidak mampu
berkemih sampai tuntas. Pengaruh ansietas pada eliminasi fekal dapat
meningkatkan peristaltik sehingga timbul diare (Asmadi, 2008:100).
3)
Aspek Sosiokultural
Menurut
Asmadi (2008:100), adat istiadat terkait dengan eliminasi perlu dikaji, seperti
posisi berkemih bagi sebagian kultur mesti dilakukan dengan posisi berjongkok,
adapula dengan berdiri. Begitu pula dengan eliminasi fekal, ada yng buang air
besar di WC, kali, kebun dan lain-lain. Nilai-nilai masyarakat pun perlu dikaji
yang terkait dengan eliminasi.
4)
Aspek Spiritual
Keyakinan
individu terkait dengan eliminasi perlu dikaji, seperti urine dan feses
diyakini sebagai sesuatu yang najis sehingga perlu dibersihkan dengan air. Ada
pula individu yang cukup membersihkannya dengan tisu. Keyakinan ini juga
berhubungan dengan praktek kultural setempat.
BAB
III
Penutup
A.
kesimpulan
Eliminasi
sisa metabolisme merupakan pembuangan sampah dari proses metabolisme tubuh.
Beberapa jenis sampah metabolisme yang dibuang oleh tubuh antara lain, air, CO2,
urea, dan lain-lain. Sistem tubuh yang berperan dalam proses pembuangan
tersebut yaitu, sistem pernapasan, integumen, hepar, endokrin, dan renal.
Apabila sistem yang terlibat dalam eliminasi terganggu, maka terjadi perubahan
pola eliminasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural
Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.
Jakarta:Salemba Medika.
Dorland, W.A. New. 2012. Kamus
Saku Kedokteran Dorland. Jakarta:EGC.
Jati, Wijaya. 2007. Aktif Biologi.
Jakarta: Ganeca Exact.
Syaifuddin. 2011. Anatomi
Fisiologi untuk keperawatan dan kebidanan. Jakarta:EGC
http://id.wikipedia.org/wiki/anatomy-for-nurse
Tidak ada komentar:
Posting Komentar