A. Pengertian Akut Miokard Infark ( AMI )
Akut Miokard
Infark (AMI) adalah suatu keadaan dimana otot jantung tiba-tiba tidak mendapat
suplai darah akibat penyumbatan mendadak arteri koroner oleh gumpalan darah
karena pecahnya plak. (Kabo, 2008).
Menurut
Corwin (2009) AMI adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat
kekurangan oksigen berkepanjangan.
Infark
miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah
yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. (Brunner &
Sudarth, 2002)
B. Etiologi akut miokard infark (AMI)
Terlepasnya
suatu plak aterosklerosis dari salah satu arteri koroner, dan kemudian
tersangkut dibagian hilir yang menyumbat aliran darah keseluruh miokardium yang
diperdarahi oleh pembuluh dan dapat menyebabkan infark miokardium. Infark
miokardium juga dapat terjadi apabila lesi trombotik yang melekat ke suatu
arteri yang rusak menjadi cukup besar untuk menyumbat secara total aliran darah
ke bagian hilir, atau apabila suatu ruang jantung mengalami hipertrofi
berat sehingga kebutuhan oksigennya tidak dapat terpenuhi. (Corwin, 2000).
Umumnya AMI
didasari oleh adanya aterosklorosis pembuluh darah koroner. Nekrosis miokard
akut hampir selalu terjadi akibat penyumbatan total arteri koronaria oleh
trombus yang terbentuk pada plaque aterosklorosis yang tidak stabil, juga
sering mengikuti ruptur plaque pada arteri koroner dengan stenosis ringan
(50-60%). Kerusakan miokard terjadi dari endokardium ke epikardium, menjadi
komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit,
proses remodeling miokard yang mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa
minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non infark mengalami
dilatasi. Secara morfologis, AMI dapat transmural atau sub-endokardial. AMI
dapat trasmural mengenai seluruh dinding miokard dan terjadi pada daerah
distribusi suatu arteri koroner. Sebaliknya pada AMI sub-endokardial, nekrosis
hanya terjadi pada bagian dalam dinding ventrikel dan umumnya berupa bercak-bercak
dan tidak konfluens seperti AMI transmural. AMI sub-endokardial dapat regional
(terjadi pada distribusi lebih dari satu arteri koroner). (Tjokonegoro &
Utama, 1996).
C. Tanda dan Gejala akut miokard infark (AMI)
Keluhan : rasa tidak enak, sakit, rasa
tertindih beban berat, atau rasa tercekik
Lokasi bagian tengah dada, belakang tulang dada, kerap menjalar ke bahu, punggung, bawah dagu dan ke tangan Jangka waktu beberapa menit, biasanya lebih dari 5 menit dan keluhan hilang timbul dan semakin berat/ progresif
Lokasi bagian tengah dada, belakang tulang dada, kerap menjalar ke bahu, punggung, bawah dagu dan ke tangan Jangka waktu beberapa menit, biasanya lebih dari 5 menit dan keluhan hilang timbul dan semakin berat/ progresif
Tanda – tanda lain serangan jantung :
berkeringat dingin, lemas, sesak nafas, dan pingsan
Penderita AMI tidak selalu mengalami keluhan spesifik seperti di atas. Pada orang yang mempunyai beberapa faktor resiko koroner, keluhan sukar menelan harus dicurigai mengalami AMI. Sakit dada ( chest pain ) sering berhubungan dengan AMI, tetapi dari penelitian populasi usia lanjut, menunjukkan kira – kira 2/3 dari kejadian AMI tidak didahului oleh sakit dada.
Penderita AMI tidak selalu mengalami keluhan spesifik seperti di atas. Pada orang yang mempunyai beberapa faktor resiko koroner, keluhan sukar menelan harus dicurigai mengalami AMI. Sakit dada ( chest pain ) sering berhubungan dengan AMI, tetapi dari penelitian populasi usia lanjut, menunjukkan kira – kira 2/3 dari kejadian AMI tidak didahului oleh sakit dada.
Perubahan EKG pada AMI
Daerah Iskemia : inversi gelombang T,
karena perubahan repolarisasi Daerah Luka : elevasi segmen ST, karena iskemia berat.
Daerah infark : gelombang Q abnormal/
patologis karena tidak ada depolarisasi pada jaringan mati/ nekrosis.
Laboratorium
Peningkatan kadar enzim atau isoenzim merupakan indikator spesifik AMI. Pada AMI enzim – enzim intrasel ini dikeluarkan ke dalam aliran darah. Kadar total enzim – enzim ini mencerminkan luas AMI. Pemeriksaan yang berulang diperlukan apalagi bila diagnosis AMI diragukan atau untuk mendeteksi perluasan AMI. Enzim – enzim terpenting ialah kreatin fosfokinase atau aspartat amino transferase ( SGOT ), laktat dehidrogenase ( alfa-HBDH ), dan isoenzim CPK – MB ( CK-MB ). Berbeda dengan SGOT dan LDH, nilai CPK tidak dipengaruhi oleh adanya bendungan hati, sehingga lebih diagnostik untuk AMI.
Peningkatan kadar enzim atau isoenzim merupakan indikator spesifik AMI. Pada AMI enzim – enzim intrasel ini dikeluarkan ke dalam aliran darah. Kadar total enzim – enzim ini mencerminkan luas AMI. Pemeriksaan yang berulang diperlukan apalagi bila diagnosis AMI diragukan atau untuk mendeteksi perluasan AMI. Enzim – enzim terpenting ialah kreatin fosfokinase atau aspartat amino transferase ( SGOT ), laktat dehidrogenase ( alfa-HBDH ), dan isoenzim CPK – MB ( CK-MB ). Berbeda dengan SGOT dan LDH, nilai CPK tidak dipengaruhi oleh adanya bendungan hati, sehingga lebih diagnostik untuk AMI.
D. Old infark miokard (OMI)
1. pengertian Old infark miokard (OMI)
Old Infark
Miokard adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh karena sumbatan arteri
koroner (Hudak & Gallo; 1997). Sumbatan terjadi oleh karena adanya
ateroksklerotik pada dinding arteri koroner, sehingga menyumbat aliran darah ke
jaringan otot jantung.
Aterosklerotik
adalah suatu penyakit pada arteri-arteri besar dan sedang dimana lesi lemak
yang disebut Plak Ateromatosa timbul pada permukaan dalam dinding arteri.
Sehingga mempersempit bahkan menyumbat suplai aliran darah ke arteri bagiuan
distal (Hudak & Gallo; 1997)
2. Etiologi Old infark miokard (OMI)
Old Infark
miokard disebabkan oleh karena atherosclerosis atau penyumbatan total atau
sebagian oleh emboli dan atau thrombus
3. Patofisiologi Old
infark miokard (OMI)
a. Proses terjadinya infark
Thrombus
menyumbat aliran darah arteri koroner, sehingga suplai nutrisi dan O2 ke bagian
distal terhambat., sel oto jantung bagian distal mengalami hipoksia iskhemik infark,
kemudian serat otot menggunakan sisa akhir oksigen dalam darah, hemoglobin
menjadi teroduksi secara total dan menjadi berwarna birui gelap, dinding arteri
menjadi permeable, terjadilah edmatosa sel, sehingga sel mati.
b. Mekanisme
nyeri pada OMI
Hipoksia yang
terjadi pada jaringan otot jantung memaksa sel untuk melakukan metabolisme CO2
(metabolisme anaerob), sehingga menghasilkan asam laktat dan juga merangsang
pengeluaran zat-zatiritatif lainnya seperti histamine, kinin, atau enzim
proteolitik sleuler merangsang ujung-ujung syaraf reseptor nyeri di otot
jantung, impuls nyeri dihantarkan melalui serat sraf aferen simpatis, kemudian
dihantarkan ke thalamus, korteks serebri, serat saraf aferen, dan dipersepsikan
nyeri. Perangsangan syaraf simpatis yang berlebihan akan menyebabkan :
1) Meningkatkan
kerja jantung dengan menstamulasi SA Node sehingga menghasilkan frekuensi
denyut jantunglebih dari normal (takikardi).
2) Merangsang
kelenjar keringat sehingga ekresi keringat berlebihan.
Menekan kerja parasimpatis, sehingga gerakan peristaltik menurun, akumulai cairan di saluran pencernaan, rasa penuh di lambung, sehingga merangsangf rasa mual / muntah.
Menekan kerja parasimpatis, sehingga gerakan peristaltik menurun, akumulai cairan di saluran pencernaan, rasa penuh di lambung, sehingga merangsangf rasa mual / muntah.
3) Vasokonstriksi
pembuluh darah ferifer, sehinga alir balik darah vena ke atrium kanan
meningkat, dan akhirnya yekanan darah meningkat.
4. Tanda dan Gejala Old Infark Miokard
Tanda dan
gejala yang timbul pada Old Infark Miokard adalah sebagai berikut :
a. Nyeri
hebat pada dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan lengan atas kiri,
kebanyakan lamanya 30 menit sampai beberapa jam, sifatnya seperti
ditusuk-tusuk, ditekan, tertindik.
b. Keringat
banyak sekali Kadang mual bahkan muntah diakibatkan karena nyeri hebat dan
reflek vasosegal yang disalurkan dari area kerusakan miokard ke trakus gastro
intestinal
c. Dispnea
d. Abnormal
Pada pemeriksaan EKG
e. Komplikasi
E. FAKTOR RESIKO AMI dan OMI
Secara garis besar terdapat
dua jenis factor resiko bagi setiap orang untuk terkena AMI, yaitu factor
resiko yang bisa dimodifikasi dan factor resiko yang tidak bisa dimodifikasi.
1.
Faktor Resiko Yang Dapat Dimodifikasi
Merupakan factor resiko
yang bisa dikendalikan sehingga dengan intervensi tertentu maka bisa
dihilangkan. Termasuk dalam kelompok ini diantaranya:
a. Merokok
Peran rokok dalam penyakit
jantung koroner ini antara lain: menimbulkan aterosklerosis; peningkatan
trombogenesis dan vasokontriksi; peningkatan tekanan darah; pemicu aritmia
jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen jantung, dan penurunan kapasitas
pengangkutan oksigen. Merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari bisa
meningkatkan resiko 2-3 kali disbanding yang tidak merokok.
b. Konsumsi alcohol
Meskipun ada dasar teori
mengenai efek protektif alcohol dosis rendah hingga moderat, dimana ia bisa
meningkatkan trombolisis endogen, mengurangi adhesi platelet, dan meningkatkan
kadar HDL dalam sirkulasi, akan tetapi semuanya masih controversial. Tidak
semua literature mendukung konsep ini, bahkan peningkatan dosis alcohol
dikaitkan dengan peningkatan mortalitas cardiovascular karena aritmia,
hipertensi sistemik dan kardiomiopati dilatasi.
c. Infeksi
Infeksi Chlamydia
pneumoniae, organisme gram negative intraseluler dan penyebab umum penyakit
saluran pernafasan, tampaknya berhubungan dengan penyakit koroner
aterosklerotik.
d. Hipertensi sistemik.
Hipertensi sistemik
menyebabkan meningkatnya after load yang secara tidak langsung akan
meningkatkan beban kerja jantung. Kondisi seperti ini akan memicu hipertropi
ventrikel kiri sebagai kompensasi dari meningkatnya after load yang pada
akhirnya meningkatan kebutuhan oksigen jantung.
e. Obesitas
Terdapat hubungan yang erat
antara berat badan, peningkatan tekanan darah, peningkatan kolesterol darah, DM
tidak tergantung insulin, dan tingkat aktivitas yang rendah.
f. Kurang olahraga
Aktivitas aerobic yang
teratur akan menurunkan resiko terkena penyakit jantung koroner, yaitu sebesar
20-40 %.
g. Penyakit Diabetes
Resiko terjadinya penyakit
jantung koroner pada pasien dengan DM sebesar 2-4 lebih tinggi dibandingkan
orang biasa. Hal ini berkaitan dengan adanya abnormalitas metabolisme lipid,
obesitas, hipertensi sistemik, peningkatan trombogenesis (peningkatan tingkat
adhesi platelet dan peningkatan trombogenesis).
2.
Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi
Merupakan pactor resiko
yang tidak bisa dirubah atau dikendalikan, yaitu diantaranya:
a. Usia
Resiko meningkat pada pria
datas 45 tahun dan wanita diatas 55 tahun (umumnya setelah menopause).
b. Jenis Kelamin
Morbiditas akibat penyakit
jantung koroner (PJK) pada laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan pada
perempuan, hal ini berkaitan dengan estrogen yang bersifat protective pada
perempuan. Hal ini terbukti insidensi PJK meningkat dengan cepat dan akhirnya
setara dengan laki-laki pada wanita setelah masa menopause.
c. Riwayat Keluarga
Riwayat anggota keluarga
sedarah yang mengalami PJK sebelum usia 70 tahun merupakan factor resiko
independent untuk terjadinya PJK. Agregasi PJK keluarga menandakan adanya
predisposisi genetic pada keadaan ini. Terdapat bukti bahwa riwayat positif
pada keluarga mempengaruhi onset penderita PJK pada keluarga dekat.
d. Ras/Suku
Insidensi kematian akibat
PJK pada orang Asia yang tinggal di Inggris lebih tinggi dibandingkan dengan
peduduk local, sedangkan angka yang rendah terdapat pada RAS apro-karibia.
e. Geografi
Tingkat kematian akibat PJK
lebih tinggi di Irlandia Utara, Skotlandia, dan bagian Inggris Utara dan dapat
merefleksikan perbedaan diet, kemurnian air, merokok, struktur sosio-ekonomi,
dan kehidupan urban.
f. Tipe kepribadian
Tipe kepribadian A yang
memiliki sifat agresif, kompetitif, kasar, sinis, gila hormat, ambisius, dan
gampang marah sangat rentan untuk terkena PJK. Terdapat hubungan antara stress
dengan abnnormalitas metabolisme lipid.
g. Kelas sosial
Tingkat kematian akibat PJK
tiga kali lebih tinggi pada pekerja kasar laki-laki terlatih dibandingkan
dengan kelompok pekerja profesi (misal dokter, pengacara dll). Selain itu
frekuensi istri pekerja kasar ternyata 2 kali lebih besar untuk mengalami
kematian dini akibat PJK dibandingkan istri pekerja professional/non-manual.
(Ilham, 2010).
F.
KOMPLIKASI
AMI dan OMI
Dapat terjadi tromboembolus akibat
kontraktilitas miokard berkurang. Embolus tersebut dapat menghambat aliran
darah kebagian jantung yang sebelumnya tidak rusak oleh infark pertama.
1.
Dapat terjadi gagal jantung kongestif apabila jantung tidak dapat
memompa keluar semua darah yang diterimanya.
2.
Disritmia adalah komplikasi tersering pada infark, terjadi akibat
perubahan keseimbangan elektrolit dan penurunan PH.
3.
Dapat terjadi syok kardiojenik apabila curah jantung sangat berkurang
dalam waktu lama.
4.
Dapat terjadi ruptur miokardium selama atau segera setelah suatu infark
besar.
5.
Dapat terjadi perikarditis, peradangan selaput jantung, (biasanya
beberapa hari setelah infark).
6.
Setelah infark miokard sembuh, terbentuk jaringan parut yang
menggantikan sel-sel miokardium yang mati. Apabila jaringan parut ini cukup
luas, kontraktilitas jantung dapat berkurang secara permanen. (Corwin, 2009).
G.
Penatalaksanaan
1. Pengobatan
Awal
Tujuan dari
penanganan pada infark miokard adalah menghentikan perkembangan serangan
jantung, menurunkan beban kerja jantung (memberikan kesempatan untuk
penyembuhan) dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
Berikut ini adalah penanganan yang
dilakukan pada pasien dengan AMI:
a. Berikan oksigen meskipun kadar oksigen darah
normal. Persediaan oksigen yang melimpah untuk jaringan, dapat menurunkan beban
kerja jantung. Oksigen yang diberikan 5-6 L /menit melalu binasal kanul.
b. Pasang monitor kontinyu EKG segera, karena
aritmia yang mematikan dapat terjadi dalam jam-jam pertama pasca serangan.
c.
Pasien
dalam kondisi bedrest untuk menurunkan kerja jantung sehingga mencegah
kerusakan otot jantung lebih lanjut. Mengistirahatkan jantung berarti
memberikan kesempatan kepada sel-selnya untuk memulihkan diri.
d. Pemasangan IV line untuk memudahkan pemberan
obat-obatan dan nutrisi yang diperlukan. Pada awal-awal serangan pasien tidak
diperbolehkan mendapatkan asupa nutrisi lewat mulut karena akan meningkatkan
kebutuhan tubuh erhadap oksigen sehingga bisa membebani jantung.
e.
Pasien
yang dicurigai atau dinyatakan mengalami infark seharusnya mendapatkan aspirin
(antiplatelet) untuk mencegah pembekuan darah. Sedangkan bagi pasien
yang elergi terhadap aspirin dapat diganti dengan clopidogrel.
f.
Nitroglycerin
dapat diberikan untuk menurunkan beban kerja jantung dan memperbaiki
aliran darah yang melalui arteri koroner. Nitrogliserin juga dapat membedakan
apakah ia Infark atau Angina, pada infark biasanya nyeri tidak hilang dengan
pemberian nitrogliserin.
g.
Morphin
merupakan antinyeri narkotik paling poten, akan tetapi sangat mendepresi
aktivitas pernafasan, sehingga tdak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat
gangguan pernafasan. Sebagai gantinya maka digunakan petidin
2.
Obat-obatan
yang digunakan pada pasien dengan AMI diantaranya:
a. Obat-obatan trombolitik
Obat-obatan
ini ditujukan untuk memperbaiki kembali airan darah pembuluh darah koroner,
sehingga referfusi dapat mencegah kerusakan miokard lebih lanjut. Obat-obatan
ini digunakan untuk
melarutkan
bekuan darah yang menyumbat arteri koroner. Waktu
paling efektive pemberiannya adalah 1 jam stelah timbul gejal pertama dan tidak boleh
lebih dari 12 am pasca serangan. Selain itu tidak boleh diberikan pada pasien
diatas 75 tahun
Contohnya
adalah streptokinase
b. Beta Blocker
Obat-obatan
ini menrunkan beban kerja jantung. Bisa juga digunakan untuk mengurangi nyeri dada
atau ketidaknyamanan dan juga mencegah serangan jantung tambahan. Beta bloker
juga bisa digunakan untuk memperbaiki aritmia.
Terdapat
dua jenis yaitu cardioselective (metoprolol, atenolol, dan
acebutol) dan non-cardioselective (propanolol, pindolol, dan
nadolol)
c. Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) Inhibitors
Obat-obatan
ini menurunkan tekanan darah dan mengurangi cedera pada otot jantung. Obat ini
juga dapat digunakan untuk memperlambat kelemahan pada otot jantung.Misalnya
captropil
d. Obat-obatan antikoagulan
Obat-
obatan ini mengencerkan darah dan mencegah pembentukan bekuan darah pada
arteri.Missal: heparin dan enoksaparin.
e. Obat-obatan Antiplatelet
Obat-obatan
ini (misal aspirin dan clopidogrel) menghentikan platelet untuk membentuk bekuan
yang tidak diinginkan.
3.
Angioplasti angioplasti
koroner trasluminal perkutan / percutaneous transluminal coronary angioplasty (
ptca ) non medikasi pembedahan
Banyak
pengertian tentang angioplasti koroner transluminal perkutan atau biasa
disingkat dengan PTCA ( Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty )
diungkapkan oleh berbagai sumber antara lain :
b.
Menurut Suzanne dan Brenda (2002)
angioplasty koroner transluminal perkutan adalah usaha untuk memperbaiki aliran
darah arteri koroner dengan memecah plak atau ateroma yang telah tertimbun dan
mengganggu aliran darah ke jantung. Kateter dengan ujung berbentuk balon
dimasukkan ke arteri koroner yang mengalami gangguan dan diletakkan diantara
daerah aterosklerotik. Balon kemudian dikembangkan dan dikempiskan dengan cepat
untuk memecah plak.
c.
Dari (www.singhealth.com.sg)
Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty (PTCA), atau Angioplasti
Koroner, adalah prosedur non-bedah dengan invasi minimal yang digunakan untuk
membuka pembuluh darah yang menyempit. Prosedur ini menggunakan kateter yang
lentur dengan balon di ujungnya, yang dikembungkan pada tekanan tinggi di dalam
dinding arteri yang menyempit. Tindakan ini akan merontokkan plak arteri dari
pembuluh darah dan memperbaiki aliran darah ke otot jantung. Prosedur ini bisa
memperbaiki beberapa gejala yang menyebabkan penyumbatan arteri, seperti nyeri
dada atau sesak napas.
d.
Tindakan "peniupan" atau
"balonisasi" atau "Angioplasti" bertujuan untuk melebarkan
penyempitan pembuluh koroner dengan menggunakan kateter khusus yang ujungnya
mempunyai balon. Balon dimasukkan dan dikembangkan tepat ditempat penyempitan
pembuluh darah jantung. Dengan demikian penyempitan tersebut menjadi terbuka.
Untuk menyempurnakan hasil peniupan ini, kadang - kadang diperlukan tindakan
lain yang dilakukan dalam waktu yang sama, seperti pemasangan ring atau cincin
penyanggah (Stent), pengeboran kerak di dalam pembuluh darah (Rotablation) atau
pengerokan kerak pembuluh darah (Directional Atherectomy).
http://www.medistra.com/
4.
Indikasi Angioplasti Koroner
Transluminal Perkutan PEMBEDAHAN +OBAT
Menurut
Suzanne dan Brenda(2002) pasien yang mempunyai yang mempunyai lesi yang
menyumbat paling tidak 70℅ lumen internal arteri koroner besar, sehingga banyak
daerah jantung beresiko mengalami iskemia. Pasien tersebut juga yang tidak
berespon terhadap terapi medis dan memenuhi kriteria untuk dilakukan bedah
pintas arteri koroner. PTCA boleh dilakukan apabila kardiologis yakin bahwa
prosedur akan memperbaiki aliran darah ke jantung. Angioplasti koroner perkutan
merupkan usaha revaskularisasi lain disamping thrombolisis karena trombolisis
mempunyai kekurangan.
Kekurangan itu dapat berupa.
Kekurangan itu dapat berupa.
a.
Dengan dosis atau kombinasi obat
thrombolitik apapun, pada kebanyakan penyelidikan reperfusi akibat terbukanya
pembuluh darah di capai pada 75 % penderita
b.
Terdapat kelambatan antara waktu
obat thrombolitik diberikan dan reperfusi (rata-rata 45 menit )
c.
Tidak ada tanda klinik yang tepat
untuk menyatakan adanya reperfusi
d.
Penderita mengalami serangan iskemik
berulang 15%-30% dan perdarahan otak 0,5-1.5%
Prosedur
Pelaksanaan
PTCA
dilaksanakan di laboraotorium kateterisasi jantung. Lesi ditentukan lokasi,
panjang dan kalsifikasinya sebelum kawat penunjuk dimasukkan melalui arteri
yang dituju. Kemudian kateter berujung balon yang bisa dikembangkan dimasukkan
melalui kawat penunjuk dan dipasang sesuai letak lesi. Balon diisi dengan
larutan kontras bertekanan selama kurang lebih 30 sampai 60 detik, kemudian
akan memecah atau menekan lesi arteriosklerosik jika kateter berujung balon
telah dipasang pada posisi yang benar. Tunika media dan adventisia arteria
koroner juga ikut teregang.
Pengembangan
mungkin diperlukan sampai beberapa kali untuk menghasilkan efek yang
diinginkan. Biasanya ditentukan dengan peningkatan lebar lumen arteri sebanyak
20 % atau lebih. Cara lain untuk mengukur keberhasilan PTCA adalah bila
stenosis yang tersisa kurang dari 50% atau perbedaan tekanan darah dari sisi
yang mengalami lesi ke sisi yang lainnya kurang dari 20 mmHg dan tidak ada
tanda klinis trauma arteri. Suzanne dan Brenda(2002)
Menurut Santoso T (1997) PTCA pada infark akut dapt dilaksanakan sebagai berikut.
Menurut Santoso T (1997) PTCA pada infark akut dapt dilaksanakan sebagai berikut.
1.
Direct PTCA : PTCA dilaksanakan
tanpa sebelumnya penderita diberi terapi thrombolitik. Tujuannya untuk
reperfusi dan menyelamatkan miokardium. Keuntungannya adalah thrombolitik
terkontraindikasi, terapi dapat lebih tepat katena anatomi koroner diketahui,
pembuluh darah dapat lebih baik dibuka, dapat meningkatkan harapan hidup, dan
mengurangi resiko perdarahan. Kerugiannya adalah biaya, fasilitas dan tenaga
ahli terbatas, keterlambatan pelaksanaan bila harus menyiapkan laboratorium
kateter, serta problem restenosis dan reklusi belum sepenuhnya diatasi.
2.
Rescue (salvage) PTCA : Dilaksanakan
bila trombolisis gagal. Tujuannya untuk reperfusi dan menyelamatkan miokardium.
3.
Immediate PTCA :PTCA dilaksanakan
setelah thrombolisis yang berhasil. Tujuannya mencegah reoklusi, memepercepat
penyembuhan miokardium.
4.
Delayed PTCA : PTCA dilaksanakan 1-7
hari setelah thrombolisis. Tujuannya untuk mencegah reoklusi dan mempercepat
penyembuhan miokardium.Santoso ( 1997 )
terimakasih banyak, sangat membantu sekali...
BalasHapushttp://acemaxsshop.com/obat-herbal-jantung-koroner/
Terima kasih
BalasHapus