MAKALAH
KONSEP
DAN TEKNIK
KOMUNIKASI TERAPEUTIK
KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Oleh
:
Puji
Sutrismi (108112038)
Indah Mumpuni (108112040)
Aris (108112052)
Linda El Syifaa (108112054)
Indah Mumpuni (108112040)
Aris (108112052)
Linda El Syifaa (108112054)
S1
Keperawatan
STIKES
AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH
CILACAP
2012
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat hidayahNya penulis
dapat menyelesaikan makalah “KONSEP DAN TEKNIK TERAPEUTIK” ini.
Dalam penyusunan makalah ini penulis telah mendapatkan bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk
itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Bapak Sarwa AMK,S.Pd,M.Kes selaku Ketua STIKES
AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
2.
Bapak
Rully dan Ibu Trimeilia selaku Dosen IKD 2
3. Semua pihak yang telah banyak memberikan
fasilitas dan informasi sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat
penulis harapkan.
Akhirnya
penulis hanya berharap penyusunan makalah ini dapat memberikan manfaat, bukan hanya untuk
penulis tetapi untuk semua pihak.
Penulis
DAFTAR
ISI
1. Sampul……………………………………………………………………………1
2. Kata
Pengantar……………………………………………………………………2
3. BAB
I Pendahuluan
a. Latar
Belakang……………………………………………………………….4
b. Rumusan
Masalah……………………………………………………………4
c. Tujuan………………………………………………………………………..4
4. BAB
II Pembahasan
a. Konsep
Komunikasi Terapeutik……………………………………………..6
i.
Pengertian Komunikasi Terapeutik………………………………………6
ii.
Tujuan Komunikasi Terapeutik…………………………………………..6
iii.
Komponen Komunikasi Terapeutik………………………………………6
iv.
Fase Hubungan Komunikasi Terapeutik…………………………….……7
v.
Sikap Komunikasi Terapeutik……………………………………………8
vi.
Hambatan Komunikasi Terapeutik……………………………………….8
b. Teknik
Komunikasi Terapeutik
i.
Teknik berdasarkan Buku Komunikasi
Keperawatan……………………9
ii.
Teknik Menurut Stuart dan Sundeen 1995…………………………...…11
5. BAB
III Penutup
a. Kesimpulan…………………………………………………………………15
6. DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………………….……..16
BAB
I
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Komunikasi terapeutik
adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien. Dalam pengertian
lain mengatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah proses yang digunakan oleh
perawat memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan pada klien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi
interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antara perawat
dengan klien. Persoalan yang mendasar dari komunikasi ini adalah adanya saling
membutuhkan antara perawat dan klien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam
komunikasi pribadi di antara perawat dan klien, perawat membantu dan klien
menerima bantuan.
2. Rumusan
Masalah
a. Konsep
Komunikasi Terapeutik
i.
Apa itu Komunikasi Terapeutik?
ii.
Apa saja Tujuan Komunikasi Terapeutik?
iii.
Apa saja Komponen Komunikasi Terapeutik?
iv.
Apa saja Fase Hubungan Komunikasi
Terapeutik?
v.
Apa saja Sikap Komunikasi Terapeutik?
vi.
Apa saja Hambatan Komunikasi Terapeutik?
b. Teknik
Komunikasi Terapeutik
i.
Apa saja Teknik Komunikasi Terapeutik?
ii.
Apa saja Teknik Komunikasi Terapeutik Menurut Stuart
dan Sundeen?
3. Tujuan
a. Konsep
Komunikasi Terapeutik
i.
Mengetahui Pengertian Komunikasi
Terapeutik
ii.
Mengetahui Tujuan Komunikasi Terapeutik
iii.
Mengetahui Komponen Komunikasi
Terapeutik
iv.
Mengetahui Fase Hubungan Komunikasi
Terapeutik
v.
Mengetahui Sikap Komunikasi Terapeutik
vi.
Mengetahui Hambatan Komunikasi
Terapeutik
b. Teknik
Komunikasi Terapeutik
i.
Mengetahui Teknik Komunikasi Terapeutik
ii.
Mengetahui Teknik Komunikasi
Terapeutik Menurut Stuart dan Sundeen
BAB II
PEMBAHASAN
1. KONSEP KOMUNIKASI TERAPEUTIK
a. Pengertian
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien. Dalam pengertian lain mengatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah proses yang digunakan oleh perawat memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan pada klien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antara perawat dengan klien. Persoalan yang mendasar dari komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat dan klien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan klien, perawat membantu dan klien menerima bantuan.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien. Dalam pengertian lain mengatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah proses yang digunakan oleh perawat memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan pada klien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antara perawat dengan klien. Persoalan yang mendasar dari komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat dan klien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan klien, perawat membantu dan klien menerima bantuan.
b. Tujuan
Tujuan komunikasi terapeutik adalah :
Tujuan komunikasi terapeutik adalah :
i.
Membantu klien untuk memperjelas dan
mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk
mengubah situasi yang ada bila klien pecaya pada hal yang diperlukan.
ii.
Mengurangi keraguan, membantu dalam hal
mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
iii.
Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik
dan dirinya sendiri.
Tujuan
terapeutik akan tercapai bila perawat memiliki karakteristik sebagai berikut :
i. Kesadaran
diri.
ii. Klarifikasi
nilai.
iii. Eksplorasi
perasaan.
iv. Kemampuan
untuk menjadi model peran.
v. Motivasi
altruistik.
vi. Rasa
tanggung jawab dan etik.
c. Komponen
Komunikasi Terapeutik
Model struktural dari komunikasi mengidentifikasi lima komponen fungsional berikut :
Model struktural dari komunikasi mengidentifikasi lima komponen fungsional berikut :
i.
Pengirim : yang menjadi asal dari pesan.
ii.
Pesan : suatu unit informasi yang
dipindahkan dari pengirim kepada penerima.
iii.
Penerima : yang mempersepsikan pesan,
yang perilakunya dipengaruhi oleh pesan.
iv.
Umpan balik : respon dari penerima pesan
kepada pengirim pesan.
v.
Konteks : tatanan di mana
komunikasi terjadi.
d. Fase
Hubungan Komunikasi Terapeutik.
Dalam melakukan
komunikasi terdapat 4 fase yang harus diperhatikan oleh seorang perawat yang
antara lain (Stuart dan Sundeen, 1998.): yaitu fase pra interaksi, fase
perkenalan atau orientasi, fase kerja, dan terminasi. Setiap fase ditandai
dengan serangkaian tugas yang perlu diselesaikan.
i.
Fase pra interaksi.
Pra interaksi mulai
sebelum kontak pertama dengan klien. Perawat mengeksplorasikan perasaan,
fantasi dan ketakutannya. Sehingga kesadaran dan kesiapan perawat untuk
melakukan hubungan dengan klien dapat dipertanggungjawabkan. Tugas tambahan
pada fase ini adalah mendapatkan informasi tentang klien dan menentukan kontak
pertama.
ii.
Fase perkenalan atau orientasi.
Fase ini dimulai dengan
pertemuan dengan klien. Hal utama yang perlu dikaji adalah alasan klien minta
pertolongan yang akan mempengaruhi terbinanya hubungan perawat klien. Dalam
memulai hubungan, tugas utama adalah membina rasa percaya, penerimaan dan
pengertian, komunikasi yang terbuka dan perumusan kontrak dengan klien.
Elemen-elemen kontrak perlu diuraikan dengan jelas pada klien sehingga kerja sama
perawat-klien dapat optimal.Tugas perawat dalam hal ini adalah mengeksplorasi
pikirana, perasaan, perbuatan klien, dan mengidentifikasi masalah, serta
merumuskan tujuan bersama klien.
iii.
Fase kerja.
Pada fase kerja,
perawat dan klien mengeksplorasikan stresor yang tepat dan mendorong
perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, pikiran, perasaan
dan perbuatan klien, perawat membantu klien mengatasi kecemasan, meningkatkan
kemandirian, dan tanggung jawab diri sendiri dan mengembangkan mekanisme koping
yang konstruktif. Perubahan perilaku maladaptif menjadi adaptif
merupakan fokus fase ini.
merupakan fokus fase ini.
iv.
Fase terminasi.
Terminasi merupakan
fase yang sangat sulit dan penting dari hubungan terapeutik. Rasa percaya dan
hubungan intim yang terapeutik sudah terbina dan berada pada tingkat optimal.
Keduanya, perawat dan klien akan merasakan kehilangan. Terminasi dapat terjadi
pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau klien pulang.
Apapun alasannya fase
terminasi perawat akan menghadapi realitas perpisahan yang tidak dapat
diingkari. Klien dan perawat bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan
yang telah dilalui dan pencapaian tujuan. Perasaan marah, sedih, penolakan
perlu dieksplorasikan dan diekspresikan.
e. Sikap
Komunikasi Terapeutik.
Egan (dikutip oleh
Keliat, 1996) mengidentifikasi lima sikap atau cara untuk
menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi yang
terapeutik, yaitu :
i.
Berhadapan. Artinya dari posisi ini
adalah “Saya siap untuk anda”.
ii.
Mempertahankan kontak mata. Kontak mata
pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk
tetap berkomunikasi.
iii.
Membungkuk ke arah klien. Posisi ini
menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu.
iv.
Mempertahankan sikap terbuka, tidak
melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.
v.
Tetap rileks. Tetap dapat mengontrol
keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon kepada klien.
f. Hambatan
Komunikasi Terapeutik.
Hambatan komunikasi
terapeutik dalam hal kemajuan hubungan perawat-klien terdiri dari tiga jenis
utama : resistens, transferens, dan kontertransferens. Ini timbul dari berbagai
alasan dan mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda, tetapi semuanya
menghambat komunikasi terapeutik. Perawat harus segera mengatasinya. Oleh
karena itu hambatan ini menimbulkan perasaan tegang baik bagi perawat maupun
bagi klien. Untuk lebih jelasnya marilah kita bahas satu-persatu mengenai
hambatan komunikasi terapeutik itu.
i.
Resisten.
Resisten adalah upaya
klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas yang dialaminya.
Resisten merupakan keengganan alamiah atau penghindaran verbalisasi yang
dipelajari atau mengalami peristiwa yang menimbulkan masalah aspek diri
seseorang. Resisten sering merupakan akibat dari ketidaksediaan klien untuk
berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku resistens
biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase kerja, karena fase ini sangat
banyak berisi proses penyelesaian masalah.
ii.
Transferens.
Transferens adalah respon
tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang
pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupannya di masa lalu. Sifat yang
paling menonjol adalah ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan
penggunaan mekanisme pertahanan pengisaran (displacement) yang maladaptif. Ada dua
jenis utama reaksi bermusuhan dan tergantung.
iii.
Kontertransferens.
Yaitu kebuntuan
terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh klien. Konterrtransferens
merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat terhadap klien yang tidak
tepat dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam
intensitas emosi. Reaksi ini biasanya berbentuk salah satu dari tiga jenis
reaksi sangat mencintai, reaksi sangat bermusuhan atau membenci dan reaksi
sangat cemas sering kali
digunakan sebagai respon terhadap resisten klien.
digunakan sebagai respon terhadap resisten klien.
2. TEKNIK
KOMUNIKASI TERAPEUTIK
a. Teknik
Komunikasi Terapeutik berdasarkan Buku Komunikasi Keperawatan
Tiap pasien memiliki sifat dan cirri pribadi yang berbeda, karena itu dalam berkommunikasi dengan mereka diperlukan teknik yang sesuai dengan ciri kepribadian masing-masing.
Tiap pasien memiliki sifat dan cirri pribadi yang berbeda, karena itu dalam berkommunikasi dengan mereka diperlukan teknik yang sesuai dengan ciri kepribadian masing-masing.
i.
Mendengarkan
Perawat harus berusaha
untuk mendengarkan informasi yang disampaikan oleh klien dengan penuh empati
dan perhatian. Ini dapat ditunjukkan dengan memandang kearah klien selama
berbicara, menjaga kontak pandang yang menunjukkan keingintahuan, dan
menganggukkan kepala pada saat berbicara tentang hal yang dirasakan penting
atau memerlukan ummpan balik. Teknik dimaksudkan untuk memberikan rasa aman
kepada klien dalam mengungkapkan perasaan dan menjaga kestabilan emosi klien.
ii.
Menunjukkan penerimaan
Menerima bukan berarti
menyetujui, melainkan bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan
sikap ragu atau penolakan. Dalam hal ini sebaiknya perawat tidak menunjukkan
ekspresi wajah yang menunjukkan ketidaksetujuan atau penolakan. Selama klien
berbicara sebaiknya perawat tidak menyela atau membantah. Untuk menunjukkan
sikap penerimaan sebaiknya perawat menganggukkan kepala dalam merespon
pembicaraan klien.
iii.
Mengulang Pernyataan Klien
Dengan mengulang
pernyataan klien, perawat memberikan umpan balik sehingga klien mengetahui
bahwa pesannya mendapat respond an berharap komunikasi dapat berlanjut.
Mengulang pokok pikiran klien menunjukkan indikasi bahwa perawat mengikuti
pembicaraan klien.
iv.
Klarifikasi
Apabila terjadi
kesalahpahaman, perawta perlu mengehentikan pembicaraan untuk meminta
penjelasan dengan menyamakan pengertian. Ini berkaitan dengan pentingnya
informasi dalam memberikan pelayanan keperawatan. Klarifikasi diperlukan untuk
memperoleh kejelasan dan kesamaan ide, perasaan, dan persepsi.
1. Memfokuskan
Pembicaraan
Tujuan penerapan metode
ini untuk membatasi materi pembicaraan agar lebih spesifik dan mudah
dimengerti. Perawat tidak perlu menyela pembicaraan klien ketika menyampaikan
masalah penting kecuali apabila tidak
membuahkan informasi baru.
2. Menyampaikan
Hasil Pengamatan
Perawat perlu
menyampaikan hasil pengamatan terhadap klien untuk mengetahui bahwa pesan dapat
tersampaikan dengan baik. Perawat menjelaskan kesan yang didapat dari isyarat
nonverbal yang dilakukan oleh klien. Dengan demikian akan menjadikan klien
berkomunikasi dengan lebih baik dan terfokus pada permasalahan yang sedang dibicarakan.
3. Menawarkan
Informasi.
Penghayatan kondisi
klien akan lebih baik apabila ia mendapat informasi yang cukup dari perawat.
Memberikan informasi yang lebih lengkap merupakkan pendidikan kesehatan bagi
klien. Apabila ada informasi yang tidak disampaikan oleh dokter, perawat perlu
meminta penjelasan alasannya. Perawat dimungkinkan untuk memfasilitasi klien
dalam pengambilan keputusan, bukan menasihatinya.
4. Diam
Dengan diam akan terjadi
proses pengorganisasian pikiran dipihak perawat dank lien. Penerapan metode ini
memerlukan ketrampilan dan ketepatan waktu agar tidak menimbulkan ketrampilan
dan ketepatan waktu agar tidak menimbulkan perasaan tidak enak. Diam
memungkinkan klien berkomunikasi dengan dirinya sendiri, menghimpun pikirannya,
dan memproses informasi.
5. Menunjukkan
Penghargaan
Menunjukkan penghargaan
dapat dinyatakan dengan mengucapkan salam kepada klien, terlebih disertai
menyebutkan namanya. Hal ini akan diterima oleh klien sebagai suatu penghargaan
yang tulus. Dengan demikian klien merasa keberadaannya dihargai.
6. Refleksi
Reaksi yang muncul dalan komunikasi antara perawat dan klien disebut refleksi. Refleksi dibedakan dalam dua klasifikasi:
Reaksi yang muncul dalan komunikasi antara perawat dan klien disebut refleksi. Refleksi dibedakan dalam dua klasifikasi:
a. Refleksi
isi bertujuan mensahkan sesuatu yang didengar. Klarifikasi ide yang diungkapkan
oleh klien dan pemahaman perawat tergolong dalam klasifikasi refleksi ini.
b. Ungkapan
yang bertujuan memberi respon terhadap ungkapan perasaan klien tergolong dalam
refleksi perasaan. Refleksi ini bertujuan agar klien dapat menyadari
eksistensinya sebagai manusia yang mempunyai potensi sebagai manusia yang
mempunyai potensi sebagai individu yang berdiri sendiri.
b. Teknik
Komunikasi Terapeutik Menurut Stuart dan Sundeen tahun 1995, tehnik komunikasi
terdiri dari:
1. Mendengar
aktif; Mendengar mempunyai arti: konsentrasi aktif .dan persepsi terhadap
pesan orang lain yang menggunakan semua indra, Liendberg et al, cit Nurjanah
(2001)
2. Mendengar
pasif; Mendengar pasif adalah kegiatan mendengar dengan kegiatan non verbal
untuk klien. Misalnya dengan kontak mata, menganggukkan kepala dan juga
keikutsertaan secara verbal
3. Penerimaan:
Yang dimaksud menerima adalah mendukung dan menerima informasi dengan
tingkah laku yang menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan bukan
berarti persetujuan. Menunjukkan penerimaan berarti kesediaan mendengar tanpa
menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan.
4. Klarifikasi;
Klarifikasi sama dengan validasi yaitu menanyakan kepada klien apa yang
tidak dimengerti perawat terhadap situasi yang ada. Klarifikasi dilakukan
apabula pesan yang disampaikan oleh klien belum jelas bagi perawat dan perawat
mencoba memahami situasi yang digambarkan oleh klien.
5. Fokusing;
Fokusing adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan untuk membatasi area
diskusi sehingga percakapan menjadi lebih spesifik dan dimengerti, Stuart &
Sundeen, cit Nurjanah (2001).
6. Observasi;
Observasi merupakan kegiatan mengamati klien/orang lain. Observasi
dilakukan apabila terdapat konflik antara verbal dan non verbal klien dan saat
tingkah laku verbal dan non verbal nyata dan tidak biasa ada pada klien, Stuart
& Sundeen, cit Nurjanah (2001). Observasi dilakukan sedemikian rupa
sehingga klien tidak menjadi malu atau marah.
7. Menawarkan
informasi; Menyediakan tambahan informasi dengan tujuan untuk mendapatkan
respon lebih lanjut. Beberapa keuntungan dari menawarkan informasi adalah akan
memfasilitasi komunikasi, mendorong pendidikan kesehatan, dan memfasilitasi
klien untuk mengambil keputusan, Stuart & Sundeen, cit, Nurjanah, (2001).
Penahanan informasi pada saat klien membutuhkan akan mengakibatkan klien tidak
percaya. Hal yang tidak boleh dilakukan adalah menasehati klien pada saat
memberikan informasi.
8. Diam
(memelihara ketenangan); Diam dilakukan dengan tujuan mengorganisir pemikiran,
memproses informasi, menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk menunggu respon.
Kediaman ini akan bermanfaat pada saat klien mengalami kesulitan untuk membagi
persepsinya dengan perawat. Diam
tidak dapat dilakukan dalam waktu yang lama karena akan mengakibatkan klien
menjadi khawatir. Diam dapat juga diartikan sebagai mengerti, atau marah. Diam
disini juga menunjukkan kesediaan seseorang untuk menanti orang lain agar punya
kesempatan berpikir, meskipun begitu diam yang tidak tepat menyebabkan orang
lain merasa cemas.
9. Assertive:
Assertive adalah kemampuan dengan secara meyakinkan dan nyaman
mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai hak orang
lain, Nurjanah, 2001.
10. Menyimpulkan;
Membawa poin-poin penting dari diskusi untuk meningkatkan pemahaman.
Memberi kesempatan untuk mengklarifikasi komunikasi agar sama denga ide dalam
pikiran, Varcarolis, cit, Nurjanah, 2001.
11. Giving
recognition (memberiakn pengakkuan/penghargaan); Memberi penghargan
merupakan tehnik untuk memberikan pengakkuan dan menandakan kesadaran, Schultz
& Videbeck, cit, Nurjanah, 2001.
12. Offering
Sel (menawarakan diri); Menawarkan diri adalah menyediakan diri anda
tanpa respon bersyarat atau respon yang diharapkan, Schultz & Videbeck.cit.
Nurjanah, 2001
13. Offering
general leads (memberikan petunjuk umum); Mendukung klien untuk
meneruskan, Schultz & Videbeck cit, Nurjanah, 2001
14. Giving
broad opening (memberikan pertanyaan terbuka): Mendorong klien untuk
menyeleksi topik yang akan dibicarakan. Kegiatan ini bernilai terapeuitik
apabila klien menunjukkan penerimaan dan nilai dari inisiatif klien dan menjadi
non terapeuitk apabila perawatan mendominasi interaksi dan menolak
res[pon klien, Stuart % Sundeen, cit, Nurjanah, 2001.
15. Placing
the time in time/sequence (penempatan urutan/waktu); Melakukan
klarifikasi antara waktu dan kejadian atau antara satu kejadian dengan kejadian
lain. Teknik bernilai terapeutik apabila perawat dapat mengeksplorasi
klien dan memahami masalah yang penting. Tehnik ini menjadi tidak terapeutik
bila perawat memberikannasehat, meyakinkan atau tidak mengakui klien.
16. Encourage
deskripition of perception (mendukung deskripsi dari persepsi); Meminta
kepada klien mengungkapkan secara verbal apa yang dirasakan atau diterima,
Schulz & Videbeck, cit, Nurjanah, 2001
17. Encourage
Comparison (mendukung perbandingan); Menanyakan kepada klien mengenai
persamaan atau perbedaan
18. Restating
(mengulang) Restating; adalah pengulangan pikiran utama yang
diekspresiakn klien, Stuart & Sundeen, Cit Nurjanah, 2001.
19. Reflekting
(Refleksi): Digunakan pada saat klien menanyakan pada perawat tentang
peneliaian atau kesetujuannya. Tehnik ini akan membantu perawat untuk tetap
memelihara pendekatan yang tidak menilai, Boyd & Nihart, cit, Nurjanah
20. Eksploring
(Eksporasi); Mempelajari suatu topik lebih mendalam
21. Presenting
reality (menghadikan realitas/kenyataan); Menyediakan informasi dengan
perilaku yang tidak menilai
22. Voucing
doubt (menunjukkan keraguan); Menyelipkan persepsi perawat mengenai realitas.
Tehnik ini digunakan dengan sangat berhati-hati dan hanya pada saat perawat
merasa yakin tentang suatu yang detil. Ini digunakan pada saat perawat ingin
memberi petunjuk pada klien mengenai penjelasan lain.
23. Seeking
consensual validation; Pencarian pengertian mengenai komunikasi baik oleh
perawat maupun klien. Membantu klien lebih jelas terhadap apa yang mereka
pikirkan.
24. Verbalizing
the implied: Memverbalisasikan kata-kata yang klien tunjukkan atau
anjuran.
25. Encouraging
evaluation (mendukung evaluasi): Perawat membantu klien mempertimbangkan
orang dan kejadian kedalam nilai dirinya
26. Attempting
to translate into feeling (usaha menerjemahkan perasaan); Membantu klien
untuk mengidentifikasi perasaan berhubungan dengan kejadian atau pernyataan .
27. Suggesting
collaborating (menganjurkan kolaborasi): Penekanan kegiatan kerja dengan
klien tidak menekan melakukan sesuatu untuk klien. Mendukung pandangan bahwa
terdapat kemungkinan perubahan melalui kolaborasi.
28. Encouragingformulation
of plan of action (mendukng terbentuknya rencana tindakan): Memberikan
kesempatan pada klien untuk mengantisipasi alternative dari tindakan untuk masa
yang akan datang.
29. Estabilising
guidelines (menyediakan petunjuk); Statemen yang menunjukkan peran,
tujuan dan batasan untuk interaksi. Hal ini akan menolong klien untuk
mengetahui apa yang dia harapkan dari dirinya.
30. Open-
ended comments (komentar terbuka-tertutup): Komentar secara umum untuk
menentukan arah dari interaksi yang seharusnya dilakukan. Hal ini akan
mengijinkan klien untuk memutuskan apa topik/materi yang paling relevan dan
mendukung klien untuk meneruskan interaksi.
31. Reducing
distant (penurunan jarak); Menurunkan jarak fisik antara perawat dank
lien. Hal ini menunjukkan komunikasi non verbal dimana perawat ingin terlibat
dengan klien.
32. Humor;
Dugan (1989) menyebutkan humor sebagai hal yang penting dalam komunikasi
verbal.
BAB
III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Komunikasi terapeutik
adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien. Dalam pengertian
lain mengatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah proses yang digunakan oleh
perawat memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan pada klien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi
interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antara perawat
dengan klien. Persoalan yang mendasar dari komunikasi ini adalah adanya saling
membutuhkan antara perawat dan klien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam
komunikasi pribadi di antara perawat dan klien, perawat membantu dan klien
menerima bantuan.
Dalam konsep komunikasi
terapeutikkita perlu mempelajari : Pengertian Komunikasi Terapeutik, Tujuan
Komunikasi Terapeutik, Komponen Komunikasi Terapeutik, Fase Hubungan Komunikasi
Terapeutik, Sikap Komunikasi Terapeutik, Hambatan Komunikasi Terapeutik.
Kita perlu memahami
beberapa tekhnik dalam Komunikasi Terapeutik, agar komunikasi berjalan dengan
lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Arwani (2003) : Komunikasi dalam Keperawatan
Budi Anna Keliat (1996) : Hubungan Terapeutik
Perawat Klien
Purwanto (1994) : Komunikasi untuk Perawat
Stuart dan Sundeen (1998) : Keperawatan Jiwa Edisi 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar