Kamis, 19 September 2013

IKD 2 (Ilmu Keperawatan Dasar 2) : MAKALAH KONSEP DAN TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK

MAKALAH
KONSEP DAN TEKNIK
KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Oleh :
Puji Sutrismi                (108112038)
Indah Mumpuni          (108112040)
Aris                             (108112052)
Linda El Syifaa           (108112054)


S1 Keperawatan
STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH
CILACAP
2012
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat hidayahNya penulis dapat menyelesaikan makalah “KONSEP DAN TEKNIK TERAPEUTIK” ini.
Dalam penyusunan makalah ini penulis telah mendapatkan bantuan dan dorongan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.      Bapak Sarwa AMK,S.Pd,M.Kes selaku Ketua STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
2.      Bapak Rully dan Ibu Trimeilia selaku Dosen IKD 2
3.      Semua pihak yang telah banyak memberikan fasilitas dan informasi sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan.
Akhirnya penulis hanya berharap penyusunan makalah ini dapat memberikan manfaat, bukan hanya untuk penulis tetapi untuk semua pihak.









Penulis
DAFTAR ISI

1.      Sampul……………………………………………………………………………1
2.      Kata Pengantar……………………………………………………………………2
3.      BAB I Pendahuluan
a.       Latar Belakang……………………………………………………………….4
b.      Rumusan Masalah……………………………………………………………4
c.       Tujuan………………………………………………………………………..4
4.      BAB II Pembahasan
a.       Konsep Komunikasi Terapeutik……………………………………………..6
                            i.      Pengertian Komunikasi Terapeutik………………………………………6
                          ii.      Tujuan Komunikasi Terapeutik…………………………………………..6
                        iii.      Komponen Komunikasi Terapeutik………………………………………6
                        iv.      Fase Hubungan Komunikasi Terapeutik…………………………….……7
                          v.      Sikap Komunikasi Terapeutik……………………………………………8
                        vi.      Hambatan Komunikasi Terapeutik……………………………………….8
b.      Teknik Komunikasi Terapeutik
                            i.      Teknik berdasarkan Buku Komunikasi Keperawatan……………………9
                          ii.      Teknik Menurut Stuart dan Sundeen 1995…………………………...…11
5.      BAB III Penutup
a.       Kesimpulan…………………………………………………………………15
6.      DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….……..16



BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien. Dalam pengertian lain mengatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah proses yang digunakan oleh perawat memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan pada klien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antara perawat dengan klien. Persoalan yang mendasar dari komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat dan klien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan klien, perawat membantu dan klien menerima bantuan.

2.      Rumusan Masalah
a.       Konsep Komunikasi Terapeutik
                            i.      Apa itu Komunikasi Terapeutik?
                          ii.      Apa saja Tujuan Komunikasi Terapeutik?
                        iii.      Apa saja Komponen Komunikasi Terapeutik?
                        iv.      Apa saja Fase Hubungan Komunikasi Terapeutik?
                          v.      Apa saja Sikap Komunikasi Terapeutik?
                        vi.      Apa saja Hambatan Komunikasi Terapeutik?
b.      Teknik Komunikasi Terapeutik
                            i.      Apa saja Teknik Komunikasi Terapeutik?
                          ii.      Apa saja Teknik Komunikasi Terapeutik Menurut Stuart dan Sundeen?

3.      Tujuan
a.       Konsep Komunikasi Terapeutik
                            i.      Mengetahui Pengertian Komunikasi Terapeutik
                          ii.      Mengetahui Tujuan Komunikasi Terapeutik
                        iii.      Mengetahui Komponen Komunikasi Terapeutik
                        iv.      Mengetahui Fase Hubungan Komunikasi Terapeutik
                          v.      Mengetahui Sikap Komunikasi Terapeutik
                        vi.      Mengetahui Hambatan Komunikasi Terapeutik
b.      Teknik Komunikasi Terapeutik
                            i.      Mengetahui Teknik Komunikasi Terapeutik
                          ii.      Mengetahui Teknik Komunikasi Terapeutik Menurut Stuart dan Sundeen



BAB II
PEMBAHASAN

1.      KONSEP  KOMUNIKASI TERAPEUTIK
a.       Pengertian
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien. Dalam pengertian lain mengatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah proses yang digunakan oleh perawat memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan pada klien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antara perawat dengan klien. Persoalan yang mendasar dari komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat dan klien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan klien, perawat membantu dan klien menerima bantuan.
b.      Tujuan
Tujuan komunikasi terapeutik adalah :
                            i.      Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien pecaya pada hal yang diperlukan.
                          ii.      Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
                        iii.      Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
Tujuan terapeutik akan tercapai bila perawat memiliki karakteristik sebagai berikut :
                             i.     Kesadaran diri.
                           ii.     Klarifikasi nilai.
                         iii.     Eksplorasi perasaan.
                         iv.     Kemampuan untuk menjadi model peran.
                           v.     Motivasi altruistik.
                         vi.     Rasa tanggung jawab dan etik.
c.       Komponen Komunikasi Terapeutik
Model struktural dari komunikasi mengidentifikasi lima komponen fungsional berikut :
                            i.      Pengirim : yang menjadi asal dari pesan.
                          ii.      Pesan : suatu unit informasi yang dipindahkan dari pengirim kepada penerima.
                        iii.      Penerima : yang mempersepsikan pesan, yang perilakunya dipengaruhi oleh pesan.
                        iv.      Umpan balik : respon dari penerima pesan kepada pengirim pesan.
                          v.       Konteks : tatanan di mana komunikasi terjadi.
d.      Fase Hubungan Komunikasi Terapeutik.
Dalam melakukan komunikasi terdapat 4 fase yang harus diperhatikan oleh seorang perawat yang antara lain (Stuart dan Sundeen, 1998.): yaitu fase pra interaksi, fase perkenalan atau orientasi, fase kerja, dan terminasi. Setiap fase ditandai dengan serangkaian tugas yang perlu diselesaikan.
                            i.      Fase pra interaksi.
Pra interaksi mulai sebelum kontak pertama dengan klien. Perawat mengeksplorasikan perasaan, fantasi dan ketakutannya. Sehingga kesadaran dan kesiapan perawat untuk melakukan hubungan dengan klien dapat dipertanggungjawabkan. Tugas tambahan pada fase ini adalah mendapatkan informasi tentang klien dan menentukan kontak pertama.
                          ii.      Fase perkenalan atau orientasi.
Fase ini dimulai dengan pertemuan dengan klien. Hal utama yang perlu dikaji adalah alasan klien minta pertolongan yang akan mempengaruhi terbinanya hubungan perawat klien. Dalam memulai hubungan, tugas utama adalah membina rasa percaya, penerimaan dan pengertian, komunikasi yang terbuka dan perumusan kontrak dengan klien. Elemen-elemen kontrak perlu diuraikan dengan jelas pada klien sehingga kerja sama perawat-klien dapat optimal.Tugas perawat dalam hal ini adalah mengeksplorasi pikirana, perasaan, perbuatan klien, dan mengidentifikasi masalah, serta merumuskan tujuan bersama klien. 
                        iii.      Fase kerja.
Pada fase kerja, perawat dan klien mengeksplorasikan stresor yang tepat dan mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, pikiran, perasaan dan perbuatan klien, perawat membantu klien mengatasi kecemasan, meningkatkan kemandirian, dan tanggung jawab diri sendiri dan mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif. Perubahan perilaku maladaptif menjadi adaptif
merupakan fokus fase ini.
                        iv.      Fase terminasi.
Terminasi merupakan fase yang sangat sulit dan penting dari hubungan terapeutik. Rasa percaya dan hubungan intim yang terapeutik sudah terbina dan berada pada tingkat optimal. Keduanya, perawat dan klien akan merasakan kehilangan. Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau klien pulang.

Apapun alasannya fase terminasi perawat akan menghadapi realitas perpisahan yang tidak dapat diingkari. Klien dan perawat bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan yang telah dilalui dan pencapaian tujuan. Perasaan marah, sedih, penolakan perlu dieksplorasikan dan diekspresikan.
e.       Sikap Komunikasi Terapeutik.
Egan (dikutip oleh Keliat, 1996) mengidentifikasi lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik, yaitu :
                            i.      Berhadapan. Artinya dari posisi ini adalah “Saya siap untuk anda”.
                          ii.      Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
                        iii.      Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu.
                        iv.      Mempertahankan sikap terbuka, tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.
                          v.      Tetap rileks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon kepada klien.
f.       Hambatan Komunikasi Terapeutik.
Hambatan komunikasi terapeutik dalam hal kemajuan hubungan perawat-klien terdiri dari tiga jenis utama : resistens, transferens, dan kontertransferens. Ini timbul dari berbagai alasan dan mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda, tetapi semuanya menghambat komunikasi terapeutik. Perawat harus segera mengatasinya. Oleh karena itu hambatan ini menimbulkan perasaan tegang baik bagi perawat maupun bagi klien. Untuk lebih jelasnya marilah kita bahas satu-persatu mengenai hambatan komunikasi terapeutik itu.
                            i.      Resisten.
Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas yang dialaminya. Resisten merupakan keengganan alamiah atau penghindaran verbalisasi yang dipelajari atau mengalami peristiwa yang menimbulkan masalah aspek diri seseorang. Resisten sering merupakan akibat dari ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku resistens biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase kerja, karena fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah.
                          ii.      Transferens.
Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupannya di masa lalu. Sifat yang paling menonjol adalah ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan penggunaan mekanisme pertahanan pengisaran (displacement) yang maladaptif. Ada dua jenis utama reaksi bermusuhan dan tergantung.
                        iii.      Kontertransferens.
Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh klien. Konterrtransferens merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat terhadap klien yang tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi. Reaksi ini biasanya berbentuk salah satu dari tiga jenis reaksi sangat mencintai, reaksi sangat bermusuhan atau membenci dan reaksi sangat cemas sering kali
digunakan sebagai respon terhadap resisten klien.

2.      TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK
a.       Teknik Komunikasi Terapeutik berdasarkan Buku Komunikasi Keperawatan
Tiap pasien memiliki sifat dan cirri pribadi yang berbeda, karena itu dalam berkommunikasi dengan mereka diperlukan teknik yang sesuai dengan ciri kepribadian masing-masing.
                            i.      Mendengarkan
Perawat harus berusaha untuk mendengarkan informasi yang disampaikan oleh klien dengan penuh empati dan perhatian. Ini dapat ditunjukkan dengan memandang kearah klien selama berbicara, menjaga kontak pandang yang menunjukkan keingintahuan, dan menganggukkan kepala pada saat berbicara tentang hal yang dirasakan penting atau memerlukan ummpan balik. Teknik dimaksudkan untuk memberikan rasa aman kepada klien dalam mengungkapkan perasaan dan menjaga kestabilan emosi klien.
                          ii.      Menunjukkan penerimaan
Menerima bukan berarti menyetujui, melainkan bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan sikap ragu atau penolakan. Dalam hal ini sebaiknya perawat tidak menunjukkan ekspresi wajah yang menunjukkan ketidaksetujuan atau penolakan. Selama klien berbicara sebaiknya perawat tidak menyela atau membantah. Untuk menunjukkan sikap penerimaan sebaiknya perawat menganggukkan kepala dalam merespon pembicaraan klien.
                        iii.      Mengulang Pernyataan Klien
Dengan mengulang pernyataan klien, perawat memberikan umpan balik sehingga klien mengetahui bahwa pesannya mendapat respond an berharap komunikasi dapat berlanjut. Mengulang pokok pikiran klien menunjukkan indikasi bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.
                        iv.      Klarifikasi
Apabila terjadi kesalahpahaman, perawta perlu mengehentikan pembicaraan untuk meminta penjelasan dengan menyamakan pengertian. Ini berkaitan dengan pentingnya informasi dalam memberikan pelayanan keperawatan. Klarifikasi diperlukan untuk memperoleh kejelasan dan kesamaan ide, perasaan, dan persepsi.
1.      Memfokuskan Pembicaraan
Tujuan penerapan metode ini untuk membatasi materi pembicaraan agar lebih spesifik dan mudah dimengerti. Perawat tidak perlu menyela pembicaraan klien ketika menyampaikan masalah penting kecuali apabila tidak  membuahkan informasi baru.
2.      Menyampaikan Hasil Pengamatan
Perawat perlu menyampaikan hasil pengamatan terhadap klien untuk mengetahui bahwa pesan dapat tersampaikan dengan baik. Perawat menjelaskan kesan yang didapat dari isyarat nonverbal yang dilakukan oleh klien. Dengan demikian akan menjadikan klien berkomunikasi dengan lebih baik dan terfokus pada  permasalahan yang sedang dibicarakan.
3.      Menawarkan Informasi.
Penghayatan kondisi klien akan lebih baik apabila ia mendapat informasi yang cukup dari perawat. Memberikan informasi yang lebih lengkap merupakkan pendidikan kesehatan bagi klien. Apabila ada informasi yang tidak disampaikan oleh dokter, perawat perlu meminta penjelasan alasannya. Perawat dimungkinkan untuk memfasilitasi klien dalam pengambilan keputusan, bukan menasihatinya.
4.      Diam
Dengan diam akan terjadi proses pengorganisasian pikiran dipihak perawat dank lien. Penerapan metode ini memerlukan ketrampilan dan ketepatan waktu agar tidak menimbulkan ketrampilan dan ketepatan waktu agar tidak menimbulkan perasaan tidak enak. Diam memungkinkan klien berkomunikasi dengan dirinya sendiri, menghimpun pikirannya, dan memproses informasi.
5.      Menunjukkan Penghargaan
Menunjukkan penghargaan dapat dinyatakan dengan mengucapkan salam kepada klien, terlebih disertai menyebutkan namanya. Hal ini akan diterima oleh klien sebagai suatu penghargaan yang tulus. Dengan demikian klien merasa keberadaannya dihargai.
6.      Refleksi
Reaksi yang muncul dalan komunikasi antara perawat dan klien disebut refleksi. Refleksi dibedakan dalam dua klasifikasi:
a.       Refleksi isi bertujuan mensahkan sesuatu yang didengar. Klarifikasi ide yang diungkapkan oleh klien dan pemahaman perawat tergolong dalam klasifikasi refleksi ini.
b.      Ungkapan yang bertujuan memberi respon terhadap ungkapan perasaan klien tergolong dalam refleksi perasaan. Refleksi ini bertujuan agar klien dapat menyadari eksistensinya sebagai manusia yang mempunyai potensi sebagai manusia yang mempunyai potensi sebagai individu yang berdiri sendiri.
b.      Teknik Komunikasi Terapeutik Menurut Stuart dan Sundeen tahun 1995, tehnik komunikasi terdiri dari:
1.      Mendengar aktif;  Mendengar mempunyai arti: konsentrasi aktif .dan persepsi terhadap pesan orang lain yang menggunakan semua indra, Liendberg et al, cit Nurjanah (2001)
2.      Mendengar pasif;  Mendengar pasif adalah kegiatan mendengar dengan kegiatan non verbal untuk klien. Misalnya dengan kontak mata, menganggukkan kepala dan juga keikutsertaan secara verbal
3.      Penerimaan:  Yang dimaksud menerima adalah mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan bukan berarti persetujuan. Menunjukkan penerimaan berarti kesediaan mendengar tanpa menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan.
4.      Klarifikasi;  Klarifikasi sama dengan validasi yaitu menanyakan kepada klien apa yang tidak dimengerti perawat terhadap situasi yang ada. Klarifikasi dilakukan apabula pesan yang disampaikan oleh klien belum jelas bagi perawat dan perawat mencoba memahami situasi yang digambarkan oleh klien.
5.      Fokusing;  Fokusing adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan untuk membatasi area diskusi sehingga percakapan menjadi lebih spesifik dan dimengerti, Stuart & Sundeen, cit Nurjanah (2001).
6.      Observasi;  Observasi merupakan kegiatan mengamati klien/orang lain. Observasi dilakukan apabila terdapat konflik antara verbal dan non verbal klien dan saat tingkah laku verbal dan non verbal nyata dan tidak biasa ada pada klien, Stuart & Sundeen, cit Nurjanah (2001). Observasi dilakukan sedemikian rupa sehingga klien tidak menjadi malu atau marah.
7.      Menawarkan informasi;  Menyediakan tambahan informasi dengan tujuan untuk mendapatkan respon lebih lanjut. Beberapa keuntungan dari menawarkan informasi adalah akan memfasilitasi komunikasi, mendorong pendidikan kesehatan, dan memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan, Stuart & Sundeen, cit, Nurjanah, (2001). Penahanan informasi pada saat klien membutuhkan akan mengakibatkan klien tidak percaya. Hal yang tidak boleh dilakukan adalah menasehati klien pada saat memberikan informasi.
8.      Diam (memelihara ketenangan);  Diam dilakukan dengan tujuan mengorganisir pemikiran, memproses informasi, menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk menunggu respon. Kediaman ini akan bermanfaat pada saat klien mengalami kesulitan untuk membagi persepsinya dengan perawat.  Diam tidak dapat dilakukan dalam waktu yang lama karena akan mengakibatkan klien menjadi khawatir. Diam dapat juga diartikan sebagai mengerti, atau marah. Diam disini juga menunjukkan kesediaan seseorang untuk menanti orang lain agar punya kesempatan berpikir, meskipun begitu diam yang tidak tepat menyebabkan orang lain merasa cemas.
9.      Assertive:  Assertive adalah kemampuan dengan secara meyakinkan dan nyaman mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai hak orang lain, Nurjanah, 2001.
10.  Menyimpulkan;  Membawa poin-poin penting dari diskusi untuk meningkatkan pemahaman. Memberi kesempatan untuk mengklarifikasi komunikasi agar sama denga ide dalam pikiran, Varcarolis, cit, Nurjanah, 2001.
11.  Giving recognition (memberiakn pengakkuan/penghargaan);  Memberi penghargan merupakan tehnik untuk memberikan pengakkuan dan menandakan kesadaran, Schultz & Videbeck, cit, Nurjanah, 2001.
12.  Offering Sel (menawarakan diri);  Menawarkan diri adalah menyediakan diri anda tanpa respon bersyarat atau respon yang diharapkan, Schultz & Videbeck.cit. Nurjanah, 2001
13.  Offering general leads (memberikan petunjuk umum);  Mendukung klien untuk meneruskan, Schultz & Videbeck cit, Nurjanah, 2001
14.  Giving broad opening (memberikan pertanyaan terbuka):  Mendorong klien untuk menyeleksi topik yang akan dibicarakan. Kegiatan ini bernilai terapeuitik apabila klien menunjukkan penerimaan dan nilai dari inisiatif klien dan menjadi non terapeuitk apabila perawatan mendominasi interaksi dan menolak res[pon klien, Stuart % Sundeen, cit, Nurjanah, 2001.
15.  Placing the time in time/sequence (penempatan urutan/waktu);  Melakukan klarifikasi antara waktu dan kejadian atau antara satu kejadian dengan kejadian lain. Teknik bernilai terapeutik apabila perawat dapat mengeksplorasi klien dan memahami masalah yang penting. Tehnik ini menjadi tidak terapeutik bila perawat memberikannasehat, meyakinkan atau tidak mengakui klien.
16.  Encourage deskripition of perception (mendukung deskripsi dari persepsi);  Meminta kepada klien mengungkapkan secara verbal apa yang dirasakan atau diterima, Schulz & Videbeck, cit, Nurjanah, 2001
17.  Encourage Comparison (mendukung perbandingan);  Menanyakan kepada klien mengenai persamaan atau perbedaan
18.  Restating (mengulang) Restating;   adalah pengulangan pikiran utama yang diekspresiakn klien, Stuart & Sundeen, Cit Nurjanah, 2001.
19.  Reflekting (Refleksi):  Digunakan pada saat klien menanyakan pada perawat tentang peneliaian atau kesetujuannya. Tehnik ini akan membantu perawat untuk tetap memelihara pendekatan yang tidak menilai, Boyd & Nihart, cit, Nurjanah
20.  Eksploring (Eksporasi);  Mempelajari suatu topik lebih mendalam
21.  Presenting reality (menghadikan realitas/kenyataan);  Menyediakan informasi dengan perilaku yang tidak menilai
22.  Voucing doubt (menunjukkan keraguan);  Menyelipkan persepsi perawat mengenai realitas. Tehnik ini digunakan dengan sangat berhati-hati dan hanya pada saat perawat merasa yakin tentang suatu yang detil. Ini digunakan pada saat perawat ingin memberi petunjuk pada klien mengenai penjelasan lain.
23.  Seeking consensual validation;  Pencarian pengertian mengenai komunikasi baik oleh perawat maupun klien. Membantu klien lebih jelas terhadap apa yang mereka pikirkan.
24.  Verbalizing the implied:  Memverbalisasikan kata-kata yang klien tunjukkan atau anjuran.
25.  Encouraging evaluation (mendukung evaluasi):  Perawat membantu klien mempertimbangkan orang dan kejadian kedalam nilai dirinya
26.  Attempting to translate into feeling (usaha menerjemahkan perasaan);  Membantu klien untuk mengidentifikasi perasaan berhubungan dengan kejadian atau pernyataan .
27.  Suggesting collaborating (menganjurkan kolaborasi):  Penekanan kegiatan kerja dengan klien tidak menekan melakukan sesuatu untuk klien. Mendukung pandangan bahwa terdapat kemungkinan perubahan melalui kolaborasi.
28.  Encouragingformulation of plan of action (mendukng terbentuknya rencana tindakan):  Memberikan kesempatan pada klien untuk mengantisipasi alternative dari tindakan untuk masa yang akan datang.
29.  Estabilising guidelines (menyediakan petunjuk);  Statemen yang menunjukkan peran, tujuan dan batasan untuk interaksi. Hal ini akan menolong klien untuk mengetahui apa yang dia harapkan dari dirinya.
30.  Open- ended comments (komentar terbuka-tertutup):  Komentar secara umum untuk menentukan arah dari interaksi yang seharusnya dilakukan. Hal ini akan mengijinkan klien untuk memutuskan apa topik/materi yang paling relevan dan mendukung klien untuk meneruskan interaksi.
31.  Reducing distant (penurunan jarak);  Menurunkan jarak fisik antara perawat dank lien. Hal ini menunjukkan komunikasi non verbal dimana perawat ingin terlibat dengan klien.
32.  Humor;  Dugan (1989) menyebutkan humor sebagai hal yang penting dalam komunikasi verbal.


BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien. Dalam pengertian lain mengatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah proses yang digunakan oleh perawat memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan pada klien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antara perawat dengan klien. Persoalan yang mendasar dari komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat dan klien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan klien, perawat membantu dan klien menerima bantuan.
Dalam konsep komunikasi terapeutikkita perlu mempelajari : Pengertian Komunikasi Terapeutik, Tujuan Komunikasi Terapeutik, Komponen Komunikasi Terapeutik, Fase Hubungan Komunikasi Terapeutik, Sikap Komunikasi Terapeutik, Hambatan Komunikasi Terapeutik.
Kita perlu memahami beberapa tekhnik dalam Komunikasi Terapeutik, agar komunikasi berjalan dengan lancar.




DAFTAR PUSTAKA
Arwani (2003) : Komunikasi dalam Keperawatan
Budi Anna Keliat (1996) : Hubungan Terapeutik Perawat Klien
Purwanto (1994) : Komunikasi untuk Perawat
Stuart dan Sundeen (1998) : Keperawatan Jiwa Edisi 3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar